Posted by : Khusna
Selasa, 13 September 2016
PENYESUAIAN DIRI
Hari 1. Suara merdu burung terbangun terlampau pagi. Kucing masih sibuk mengais makanan. Sejuk, dingin, dan lembab pagi ini. Teringat kemarin saat selesai acara dan mendapat bingkisan untuk semua.
Hari ini belum ada yang istimewa. Setumpuk jadwal di kampus dan kantor, menyusul jadwal jalan – jalan selalu tergambar di sepanjang jalan. Kapan mereka akan hadir menyenangkan di hari – hariku ?. Sejauh mata memandang, hanya dipandang kosong oleh mata yang memandang. Mengharapkan mendapat uang, pakaian, atau hal lain yang tidak biasa.
Kehadiaran orang – orang yang hanya ingin didengar tapi tidak bisa mendengar orang lain dengan baik, membuat suasana semakin kacau. Tidak bisa mengontrol diri dan selalu ingin diikuti. Lalu diminta perhatian dan perintah menjadi prioritas kehidupan. Dan tidak pernah lagi memandang orang lain sebagai orang yang bisa menolong.
Hari 2. Rutinitas yang hnaya bisa diatur oleh kehendak hati. Memberi suatu pengharapan akan datangnya imajainasi menjadi kenyataan. Membicarakan hal yang hanya dapat direalisasi dalam otak, tanpa melakukan suatu hal. Sangat sepele.
Di sisi lain, banyak orang berpikir bagaimana menyesuaikan dengan peradaban. Tetapi perubahan banyak tak disukai. Masalah timbul seiring ketidaktahuan yang sama – sama tidak ingin dimengerti. Memberi nasihat dan saling mengutuk mewarnai berbagai hal. Apakah tidak ada cara lain dalam berinteraksi ?
Dua sisi yang seharusnya datang berjalan beriringan dan memberi kontribusi yang seimbang, sering dipandang sebelah mata. Ketakutan, ketidakmampuan belum dapat menyatukan perbedaan itu. Tiadalah kuasa yang mampu mempertahankan ego. Tak tahulah apa yang mereka pikirkan.
Hari 3. Saling memandang tanpa rasa curiga merupakan anugerah yang selalau diimpikan orang. Apakah itu tua, muda, dewasa, pria, atau wanita. Semua mempunyai niat masing – masing dalam kehidupan. Pintu yang terbuka selalu menginginkan orang untuk masuk ke dalamnya. Tetapi dipaksa untuk mengikuti tradisi yang ada di dalamnya. Ketidaktahuan membuat semua berjalan lancar, dan mengakibatkan perselisihan di belakang, karena ketidaktahuan pula. Betapa lucunya ini.
Selalu menginginkan agar orang lain mengikuti aturan yang ada. Tanpa melihat bagaimana memperlakukan orang lain dahulu sebleum memberikan aturan itu. Cara menyapa, berbicara, makan, dan sebagainya tak pernah dilihat. Selalu hanya ingin dimengerti, tapi orang lain yang harus mengerti. Apa tidak ada pekerjaan lain, selain tugas kuliah yang terus – terusan di dalam otak? tak pernah kah terpikirkan untuk berkerja di luar?
Sayang, mereka tak pernah sekalipun mendengar ajakan untuk itu.
Hari 4 Sebelum yang terakhir. Banyak kesan – kesan dari seorang anak kos. Mereka sedang belajar bagaimana bermasyarakat, ingin dihargai dan dihormati layaknya orang tua meraka di kampung halaman. Bagaimana tidak, seorang anak kos sendirian, di sebuah kamar berukuran 3 x 4 m dengan menyimpan semua keperluan pribadinya. Dia ingin selalau terlihat berguna untuk orang. Tapi sayangnya banyak orang yang tidak mengerti yang ia inginkan dan yang orang inginkan terhadap dia.
Hari 5. Di hari yang terakhir ini, ingin kukatakan, bahwa tidak lain tidak bukan menjadi prioritas anak kos untuk menjadi yang terbaik di kelasnya. Kelas bukan hanya di ruang kuliah, jurusan, fakultas, atau universitas. Tapi kelas adalah dunia. Di dunia inilah kita mempertaruhkan segalanya. Tak ada yang tak mungkin, selama itu masih bisa diusahakan. Kepercayaan diri yang tinggi, tapi pengaruh dari teman lebih tinggi sering membuat mereka kehilangan kepercayaan. Bak anak kecil belajar mengetik dengan papan alphabet di komputer. Inilah yang seharusnya kita perhatikan bersama, kehidupan anak kos adalah magangnya seorang anak di kehidupan sebenarnya.